Kejujuran
Reader’s Digest edisi Asia bulan Agustus 2007 mengadakan sebuah tes yang disebut dengan The Reader’s Digest Global Phone Test. Tujuan dari tes ini adalah untuk menguji kejujuran seseorang. Kejujuran seseorang diuji ketika menemukan hand phone yang sengaja diletakkan di tempat tertentu oleh tim Reader’s Digest. Tesnya sendiri dilakukan oleh dua orang reporter local. Yang satu sengaja meninggalkan hand phone di tempat tertentu, sedangkan yang satunya lagi mengamati dari jauh. Setelah beberapa menit hand phone tersebut dihubungi dan ditunggu hingga ada yang menjawab dan mengembalikannya, menghubungi tim Reader’s Digest ke nomor yang sudah di set di dalam hand phone untuk kemudian dikembalikan, atau mengambil hand phone tersebut dan tidak dikembalikan lagi. Dalam hal ini kita dihadapkan pada sebuah dilemma moral klasik: mengembalikannya atau kita ambil.
Tes dilakukan di 32 kota terpadat penduduknya di dunia, masing-masing kota terdapat 30 hand phone yang digunakan sehingga total ada 960 hand phone. Meskipun Jakarta merupakan salah satu kota di dunia yang terpadat penduduknya tidak termasuk dalam tes yang dilakukan oleh tim Reader’s Digest. Saya sendiri tidak tahu alasannya, tanpa bermaksud merendahkan bangsa sendiri mungkin Anda lebih tahu dari saya alasannya kenapa kota Jakarta tidak diikutsertakan.
Tim Reader’s Digest tidak begitu terkejut dengan hasil yang diperoleh dari tes yang mereka lakukan, meskipun ada beberapa hal yang diluar perkiraan mereka. Dari serangkaian tes yang dilakukan tim Reader’s Digest di beberapa kota besar di dunia diperoleh hasil bahwa kekayaan tidak menjamin kejujuran seseorang. Anggapan orang bahwa orang yang lebih muda memiliki sifat yang lebih buruk daripada orang yang lebih tua tidak selamanya benar. Wanita lebih suka mengembalikan benda yang mereka temukan daripada mengambilnya untuk dirinya sendiri.
Dari hasil tes, setiap orang memiliki alasan mengapa mereka memilih mengambalikan hand phone yang mereka temukan daripada mengambilnya. Alasan yang paling banyak dikemukakan adalah bahwa mereka tidak ingin orang lain mengalami hal yang sama ketika mereka kehilangan sesuatu. Hal ini cukup manusiawi bahwa ketika kita kehilangan benda yang cukup berharga kita akan merasa panik dan sedih. Alasan lain mereka tidak melihat berapa nilai hand phone tersebut, tapi menurut mereka informasi yang tersimpan di dalam hand phone tersebut jauh lebih berharga daripada nilai fisiknya.
Ajaran dari orang tua juga berpengaruh pada perilaku seseorang. Orang tua biasanya berpesan kepada anaknya, “Jika itu bukan milikmu jangan kau ambil”. Hal ini jika sudah tertanam dengan baik dalam diri seseorang akan berdampak pada perilaku sehari-hari. Seorang anak akan lebih mudah menangkap sebuah pesan jika langsung diberikan contoh. Ini seperti yang dilakukan oleh seorang warga kota London yang bernama Mohammad Yusuf Mamoud, 33 tahun. Bersama dua orang putrinya, ketika sedang berjalan-jalan kebetulan menemukan hand phone milik tim Reader’s Digest yang berdering. Dia mengangkatnya dan menjawab bahwa akan mengembalikan hand phone tersebut. Dalam hal ini dia merasa senang karena bias memberikan contoh yang baik kepada kedua putrinya secara langsung.
Hal ini sangat berbeda dengan kondisi di negara kita. "Orang tua" banyak mengajarkan hal-hal yang baik namun mereka tidak memberikan contoh yang baik kepada "anak-anak"nya. Sungguh menyedihkan memang, tapi begitulah kenyataannya. Mari kita ubah perilaku tersebut untuk generasi yang lebih baik.
Labels: renungan
0 Comments:
Post a Comment
<< Home