Rail Trip
Perjalanan ke luar kota menggunakan kereta api selalu menyenangkan bagi saya. Menurut saya kereta api merupakan alat transportasi darat yang paling nyaman dibandingkan dengan alat transportasi darat lainnya. Sejak kecil saya suka sekali naik kereta api jika akan bepergian ke luar kota. Apalagi jika perjalannya pada siang hari, saya bisa melihat pemandangan di kanan dan kiri kereta api berupa hamparan sawah yang sangat indah atau bukit – bukit yang menghijau. Tentu saja ada juga pemukiman kumuh di sekitar rel kereta api, yang membuat pemandangan menjadi tidak indah lagi.
Dalam tulisan ini, saya akan bercerita tentang perjalanan saya menggunakan kereta api ketika pulang ke rumah pada long weekend kemarin. Long weekend kemarin merupakan long weekend ketiga secara berturut-turut, dimulai pada tanggal 30 Maret – 2 April 2006, berikutnya 8 – 10 April 2006, dan terakhir kemarin 14 – 16 April 2006. Berhubung long weekend, -biasanya banyak orang yang pulang juga seperti saya- saya memesan tiket kereta api jauh hari sebelumnya. Khawatir tidak mendapatkan tiket kereta api, saya langsung beli tiket terusan untuk pulang pergi.
Dari Bandung kereta api berangkat tanggal 13 April 2006 pukul 20.10 WIB. Alhamdulillah kereta berangkat tepat pada waktunya. Hari itu saya pulang dari kantor lebih cepat 15 menit, disamping untuk menghindari macet, juga agar cukup waktu untuk mempersiapkan barang – barang yang akan saya bawa pulang, karena saya belum sempat mempersiapkannya pada pagi hari atau malam sebelumnya. Dari kost saya berangkat ke stasiun sekitar pukul 19.00 WIB, dengan diiringi hujan rintik – rintik.
Dalam perjalanan kereta api lancar – lancar saja, namun ada sesuatu yang membuat saya sedikit kecewa, karena seharusnya hal tersebut tidak terjadi untuk kereta kelas eksekutif. Ketika saya pergi ke toilet, ternyata kunci pintunya macet, dan tidak bisa dikunci dengan baik. Kemudian saya melihat dua ekor (anak) kecoa berjalan – jalan di bawah tempat duduk. Kita tahu bahwa hewan tersebut identik dengan tempat kotor, karena habitat mereka memang di tempat – tempat yang kotor. Dengan kehadiran hewan tersebut saya beranggapan bahwa kebersihan gerbong kereta tersebut masih kurang kalau tidak mau dibilang kotor. Sekali lagi hal tersebut seharusnya tidak terjadi untuk kereta kelas ekesekutif. Jika kereta kelas eksekutif saja pelayanan dan kebersihannya seperti itu, bagaimana untuk kereta kelas bisnis, atau bahkan kereta ekonomi. Jujur saja, saya belum pernah naik kereta kelas ekonomi, kalau kelas bisnis lumayan sering. Jika saya lihat -kereta kelas ekonomi ketika berhenti di stasiun- bayangan saya adalah berdesak – desakan, panas, kotor, pokoknya tidak nyaman. Meskipun demikian masih banyak peminat jasa angkutan kereta api karena tarifnya yang relatif lebih murah, -padahal sekarang tarif pesawat sudah ada yang lebih murah dari kereta api- dan mungkin lebih me-rakyat. Seharusnya itu tanggung jawab PT. KAI sebagai operator dan pemerintah sebagai regulator untuk memperbaiki pelayanan terhadap para penumpang. Apalagi beberapa hari yang lalu terjadi tabrakan kereta api (lagi) antara kereta api Sembrani dengan Kertajaya di dekat stasiun Gubug, Grobogan, Jawa Tengah. Meskipun penyebab kecelakaan sampai sekarang belum diketahui secara pasti -apakah kesalahan teknis, atau human error- itu juga menjadi PR bagi kedua insitusi tersebut. Mereka seharusnya belajar dari peristiwa – peristiwa sebelumnya, agar kecelakaan serupa -yang dapat merenggut korban jiwa- tidak terulang dikemudian hari.
Karena hari Senin tanggal 17 April 2006 saya harus masuk kerja kembali, saya kembali ke Bandung dengan naik kereta yang sama pada hari Minggu tanggal 16 April 2006. Kereta seharusnya berangkat menuju Bandung pukul 21.52 WIB, tetapi kereta baru berangkat pukul 23.30 WIB. Keterlambatan ini mungkin disebabkan belum pulihnya jalur kereta pantura karena kecelakaan yang terjadi sebelumnya. Ternyata (gerbong) kereta yang saya naiki ketika akan kembali ke Bandung sama dengan (gerbong) kereta yang saya naiki ketika saya pulang. Kejadian seperti yang saya ceritakan di atas terjadi kembali, hu hu hu… betapa menyedihkannya.
Ada beberapa peristiwa yang terjadi selama perjalanan kembali ke Bandung. Ketika menunggu kereta api Harina -ini adalah nama kereta yang saya tumpangi- di stasiun Pekalongan, ada rombongan orang yang berbadan tegap dengan potongan rambut cepak -jumlahnya lebih dari 10 orang- turun dari kereta Kamandanu, kereta eksekutif jurusan Semarang – Jakarta. Jika dilihat dari ciri – ciri fisiknya dapat dipastikan mereka adalah tentara. Tak lama kemudian turun pula beberapa aparat keamanan kereta api. Mereka berkumpul di depan ruang kendali stasiun dan sepertinya sedang melakukan negosiasi. Saya tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi karena saya hanya mengamati mereka dari kejauhan. Kereta Kamandanu pun akhirnya menunggu mereka selesai bernegosiasi. Namun ada salah seorang penumpang kereta Kamandanu yang turun dan meminta kepada kondektur kereta agar segera menjalankan keretanya jika memang jadwal kereta seharusnya sudah berangkat. Benar juga kata penumpang tersebut, masak demi segelintir orang tersebut harus mengorbankan banyak orang.
Setelah kereta Kamandanu berangkat, saya masih penasaran ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ketika saya mendekati salah seorang petugas stasiun untuk menanyakan peristiwa tersebut, petugas tersebut malah pergi, hu hu hu… Kalau dilihat dari cara mereka bernegosiasi, sepertinya rombongan orang yang berbadan tegap dan berambut cepak tersebut adalah penumpang tanpa tiket. Saya melihat mereka mengeluarkan uang bersama – sama, namun akhirnya mereka tidak jadi meneruskan perjalanan menggunakan kereta Kamandanu. Aduh mas – mas, jangan mentang – mentang Anda tentara lalu naik kereta tanpa tiket seenaknya, apalagi naik kereta eksekutif. Inget mas, masih banyak saudara – saudara kita yang naik kereta bisnis pun tidak mampu. Anda sebagai pelindung negara seharusnya memberi contoh yang baik.
Ketika di atas kereta saya kembali menyaksikan peristiwa lainnya. Waktu itu menunjukkan pukul 03.40 WIB. Seharusnya kereta sudah tiba di stasiun Bandung, namun karena keterlambatan keberangkatan kereta pun terlambat tiba di stasiun Bandung. Karena sebentar lagi azan subuh akan berkumandang, saya segera bangun menuju gerbong restorasi untuk memesan nasi goring dan teh manis. Saat saya akan memesan nasi goreng dan teh manis tersebut, di dalam gerbong restorasi terdapat dua orang penumpang yaitu, laki – laki (kakak) dan perempuan (adik) yang sedang marah – marah (kakak) kepada kondektur kereta. Waktu itu kereta sedang berada di stasiun Cikampek. Sang kakak marah – marah karena si adik yang seharusnya turun di Cirebon -sang kakak turun di stasiun Bandung- tidak dibangunkan oleh petugas kereta api untuk turun di stasiun Cirebon. Sang kakak minta kepada kondektur kereta bagaimana caranya agar si adik dapat kembali ke Cirebon tanpa harus membayar lagi. Perdebatan berlangsung cukup sengit, karena kedua belah pihak saling ngotot. Untung saja tidak sampai terjadi adu otot. Saya tidak tahu pasti bagaimana kesepakatan mereka bersama karena saat itu saya sedang menunggu makanan pesanan saya.
Memang biasanya jika ada penumpang yang akan turun bukan di stasiun pemberhentian terakhir, ada petugas yang membangunkan penumpang yang tidur -maklum perjalanan malam hari- jika sudah mendekati stasiun tempat dimana penumpang tersebut akan turun. Bagaimana pun, dalam hal ini petugas dalam posisi yang salah karena mereka harus memberikan pelayanan yang sebaik – baiknya kepada penumpang. Mungkin ini bias menjadi bahan pembelajaran bagi para petugas kereta api agar memberikan pelayanan yang sebaik mungkin.
Alhamdulillah kereta tiba di stasiun Bandung pukul 05.30 WIB dengan selamat. Jadwal tersebut terlambat 2 jam dari jadwal seharusnya. Bagaimana ini PT. KAI, katanya mau meningkatkan mutu pelayanan kepada penumpang, koq jadwalnya masih suka molor. Kapan ya, jadwal kereta api bisa selalu tepat waktu? Mungkin ini sudah budaya orang Indonesia yang terkenal -bahkan sampai ke luar negeri- dengan jam karetnya. Meskipun terlambat tetapi masih cukup waktu untuk masuk ke kantor tepat waktu meskipun dengan mata agak sedikit ngantuk.
-sekian-
Ps: maaf, kalau ceritanya terlalu panjang.
Dalam tulisan ini, saya akan bercerita tentang perjalanan saya menggunakan kereta api ketika pulang ke rumah pada long weekend kemarin. Long weekend kemarin merupakan long weekend ketiga secara berturut-turut, dimulai pada tanggal 30 Maret – 2 April 2006, berikutnya 8 – 10 April 2006, dan terakhir kemarin 14 – 16 April 2006. Berhubung long weekend, -biasanya banyak orang yang pulang juga seperti saya- saya memesan tiket kereta api jauh hari sebelumnya. Khawatir tidak mendapatkan tiket kereta api, saya langsung beli tiket terusan untuk pulang pergi.
Dari Bandung kereta api berangkat tanggal 13 April 2006 pukul 20.10 WIB. Alhamdulillah kereta berangkat tepat pada waktunya. Hari itu saya pulang dari kantor lebih cepat 15 menit, disamping untuk menghindari macet, juga agar cukup waktu untuk mempersiapkan barang – barang yang akan saya bawa pulang, karena saya belum sempat mempersiapkannya pada pagi hari atau malam sebelumnya. Dari kost saya berangkat ke stasiun sekitar pukul 19.00 WIB, dengan diiringi hujan rintik – rintik.
Dalam perjalanan kereta api lancar – lancar saja, namun ada sesuatu yang membuat saya sedikit kecewa, karena seharusnya hal tersebut tidak terjadi untuk kereta kelas eksekutif. Ketika saya pergi ke toilet, ternyata kunci pintunya macet, dan tidak bisa dikunci dengan baik. Kemudian saya melihat dua ekor (anak) kecoa berjalan – jalan di bawah tempat duduk. Kita tahu bahwa hewan tersebut identik dengan tempat kotor, karena habitat mereka memang di tempat – tempat yang kotor. Dengan kehadiran hewan tersebut saya beranggapan bahwa kebersihan gerbong kereta tersebut masih kurang kalau tidak mau dibilang kotor. Sekali lagi hal tersebut seharusnya tidak terjadi untuk kereta kelas ekesekutif. Jika kereta kelas eksekutif saja pelayanan dan kebersihannya seperti itu, bagaimana untuk kereta kelas bisnis, atau bahkan kereta ekonomi. Jujur saja, saya belum pernah naik kereta kelas ekonomi, kalau kelas bisnis lumayan sering. Jika saya lihat -kereta kelas ekonomi ketika berhenti di stasiun- bayangan saya adalah berdesak – desakan, panas, kotor, pokoknya tidak nyaman. Meskipun demikian masih banyak peminat jasa angkutan kereta api karena tarifnya yang relatif lebih murah, -padahal sekarang tarif pesawat sudah ada yang lebih murah dari kereta api- dan mungkin lebih me-rakyat. Seharusnya itu tanggung jawab PT. KAI sebagai operator dan pemerintah sebagai regulator untuk memperbaiki pelayanan terhadap para penumpang. Apalagi beberapa hari yang lalu terjadi tabrakan kereta api (lagi) antara kereta api Sembrani dengan Kertajaya di dekat stasiun Gubug, Grobogan, Jawa Tengah. Meskipun penyebab kecelakaan sampai sekarang belum diketahui secara pasti -apakah kesalahan teknis, atau human error- itu juga menjadi PR bagi kedua insitusi tersebut. Mereka seharusnya belajar dari peristiwa – peristiwa sebelumnya, agar kecelakaan serupa -yang dapat merenggut korban jiwa- tidak terulang dikemudian hari.
Karena hari Senin tanggal 17 April 2006 saya harus masuk kerja kembali, saya kembali ke Bandung dengan naik kereta yang sama pada hari Minggu tanggal 16 April 2006. Kereta seharusnya berangkat menuju Bandung pukul 21.52 WIB, tetapi kereta baru berangkat pukul 23.30 WIB. Keterlambatan ini mungkin disebabkan belum pulihnya jalur kereta pantura karena kecelakaan yang terjadi sebelumnya. Ternyata (gerbong) kereta yang saya naiki ketika akan kembali ke Bandung sama dengan (gerbong) kereta yang saya naiki ketika saya pulang. Kejadian seperti yang saya ceritakan di atas terjadi kembali, hu hu hu… betapa menyedihkannya.
Ada beberapa peristiwa yang terjadi selama perjalanan kembali ke Bandung. Ketika menunggu kereta api Harina -ini adalah nama kereta yang saya tumpangi- di stasiun Pekalongan, ada rombongan orang yang berbadan tegap dengan potongan rambut cepak -jumlahnya lebih dari 10 orang- turun dari kereta Kamandanu, kereta eksekutif jurusan Semarang – Jakarta. Jika dilihat dari ciri – ciri fisiknya dapat dipastikan mereka adalah tentara. Tak lama kemudian turun pula beberapa aparat keamanan kereta api. Mereka berkumpul di depan ruang kendali stasiun dan sepertinya sedang melakukan negosiasi. Saya tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi karena saya hanya mengamati mereka dari kejauhan. Kereta Kamandanu pun akhirnya menunggu mereka selesai bernegosiasi. Namun ada salah seorang penumpang kereta Kamandanu yang turun dan meminta kepada kondektur kereta agar segera menjalankan keretanya jika memang jadwal kereta seharusnya sudah berangkat. Benar juga kata penumpang tersebut, masak demi segelintir orang tersebut harus mengorbankan banyak orang.
Setelah kereta Kamandanu berangkat, saya masih penasaran ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ketika saya mendekati salah seorang petugas stasiun untuk menanyakan peristiwa tersebut, petugas tersebut malah pergi, hu hu hu… Kalau dilihat dari cara mereka bernegosiasi, sepertinya rombongan orang yang berbadan tegap dan berambut cepak tersebut adalah penumpang tanpa tiket. Saya melihat mereka mengeluarkan uang bersama – sama, namun akhirnya mereka tidak jadi meneruskan perjalanan menggunakan kereta Kamandanu. Aduh mas – mas, jangan mentang – mentang Anda tentara lalu naik kereta tanpa tiket seenaknya, apalagi naik kereta eksekutif. Inget mas, masih banyak saudara – saudara kita yang naik kereta bisnis pun tidak mampu. Anda sebagai pelindung negara seharusnya memberi contoh yang baik.
Ketika di atas kereta saya kembali menyaksikan peristiwa lainnya. Waktu itu menunjukkan pukul 03.40 WIB. Seharusnya kereta sudah tiba di stasiun Bandung, namun karena keterlambatan keberangkatan kereta pun terlambat tiba di stasiun Bandung. Karena sebentar lagi azan subuh akan berkumandang, saya segera bangun menuju gerbong restorasi untuk memesan nasi goring dan teh manis. Saat saya akan memesan nasi goreng dan teh manis tersebut, di dalam gerbong restorasi terdapat dua orang penumpang yaitu, laki – laki (kakak) dan perempuan (adik) yang sedang marah – marah (kakak) kepada kondektur kereta. Waktu itu kereta sedang berada di stasiun Cikampek. Sang kakak marah – marah karena si adik yang seharusnya turun di Cirebon -sang kakak turun di stasiun Bandung- tidak dibangunkan oleh petugas kereta api untuk turun di stasiun Cirebon. Sang kakak minta kepada kondektur kereta bagaimana caranya agar si adik dapat kembali ke Cirebon tanpa harus membayar lagi. Perdebatan berlangsung cukup sengit, karena kedua belah pihak saling ngotot. Untung saja tidak sampai terjadi adu otot. Saya tidak tahu pasti bagaimana kesepakatan mereka bersama karena saat itu saya sedang menunggu makanan pesanan saya.
Memang biasanya jika ada penumpang yang akan turun bukan di stasiun pemberhentian terakhir, ada petugas yang membangunkan penumpang yang tidur -maklum perjalanan malam hari- jika sudah mendekati stasiun tempat dimana penumpang tersebut akan turun. Bagaimana pun, dalam hal ini petugas dalam posisi yang salah karena mereka harus memberikan pelayanan yang sebaik – baiknya kepada penumpang. Mungkin ini bias menjadi bahan pembelajaran bagi para petugas kereta api agar memberikan pelayanan yang sebaik mungkin.
Alhamdulillah kereta tiba di stasiun Bandung pukul 05.30 WIB dengan selamat. Jadwal tersebut terlambat 2 jam dari jadwal seharusnya. Bagaimana ini PT. KAI, katanya mau meningkatkan mutu pelayanan kepada penumpang, koq jadwalnya masih suka molor. Kapan ya, jadwal kereta api bisa selalu tepat waktu? Mungkin ini sudah budaya orang Indonesia yang terkenal -bahkan sampai ke luar negeri- dengan jam karetnya. Meskipun terlambat tetapi masih cukup waktu untuk masuk ke kantor tepat waktu meskipun dengan mata agak sedikit ngantuk.
-sekian-
Ps: maaf, kalau ceritanya terlalu panjang.
Labels: jalan-jalan
1 Comments:
hmmmm, pengen ngasih catatan sedikit:
1. eh, blm tentu orang2 berambut cepak tadi adalah penumpang tanpa tiket. husnudzon husnudzon...
2. bukan salah petugas kalo si adik tidak turun di cirebon. aq slalu naik kreta, dan tidak ada pakem "petugas membangunkan penumpang". kalo kyk gitu caranya, kasian petugas dong, harus menghafalkan smua stasiun tujuan penumpang. kalopun kadang2 petugas meneriakkan stasiun tempat kreta akan brhenti berikutnya, itu krn kebaikan hati petugas yg brusaha mengingatkan. qta harusnya bertrima kasih sm petugas. tempat turun penumpang ya spenuhnya tanggung jawab penumpang, terserah ketika itu dia lg tidur ato udah bersiap turun.
3. sbenarnya nggak fair juga sih kalo terus2an menyalahkan PT KAI. adakalanya pemahaman dari sudut pandang mreka pun diperlukan.
By Yustika, at May 10, 2006 2:40 PM
Post a Comment
<< Home