Sebuah Refleksi Diri

Friday, August 11, 2006

Merah Putih

Hampir setiap tahun dalam bulan Agustus, banyak dijumpai berbagai atribut yang berwarna merah putih baik di jalan maupun di pusat – pusat keramaian seperti mall atau pasar tradisional. Ya, setiap tahun pada tanggal 17 Agustus diperingati sebagai hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Sebuah kemerdekaan yang bukan pemberian dari bangsa lain namun diperoleh dengan perjuangan dan pengorbanan seluruh bangsa Indonesia.

Untuk memperingatinya, banyak orang yang merayakannya dengan mengadakan berbagai perlombaan maupun acara hiburan. Perlombaan yang khas dalam memperingati hari 17 Agustus dan waktu kecil saya sering mengikutinya adalah lomba balap karung dan makan kerupuk. Meskipun hadiahnya tidak seberapa namun keceriaan dan kebahagiaan yang ditimbulkan dari acara tersebut begitu besar. Selain perlombaan tersebut dan masih banyak perlombaan lainnya, biasanya setiap jalan masuk atau “gang” yang memiliki gapura, gapuranya diperbaiki dan dipercantik oleh warga setempat. Bahkan salah satu stasiun televisi swasta nasional mengadakan lomba gapura namun harus terdapat logo stasiun televisi yang besangkutan.

Namun dari kemeriahan acara tersebut, ternyata masih banyak saudara – saudara kita yang belum dapat “menikmati” 61 tahun kemerdekaan RI. Banyak masyarakat di pedalaman yang hidupnya tidak jauh berbeda dengan kehidupan beberapa tahun yang lalu. Artinya belum ada kemajuan yang signifikan baik ekonomi maupun sosialnya. Jangankan jaringan telepon atau koneksi internet, listrik PLN saja belum dapat menjangkau daerah mereka. Siaran televisi pun belum bisa mereka nikmati. Jika sudah terjangkau oleh listrik PLN pun, untuk menyaksikan siaran televisi nasional mereka harus membeli antena parabola dan decoder karena belum ada stasiun relay terdekat.

Di tengah gegap gempita peringatan 61 tahun kemerdekaan RI, ternyata bangsa ini belum bisa bangkit menjadi bangsa yang besar. Bangsa yang dapat memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya. Bagaimana kesejahteraan akan tercipta jika korupsi hampir terjadi dimana – mana tidak hanya terbatas pada departemen di pemerintahan saja tetapi juga lembaga – lembaga lainnya. Korupsi di BUMN juga sama saja bahkan hingga kini para pelakunya masih dapat berkeliaran dengan bebas. Birokrasi pemerintahan yang berbelit – belit, tanya kenapa? Hukum dapat diperjualbelikan dengan uang dan kekuasaan. Pengangguran semakin bertambah setiap tahunnnya. Para anggota dewan berlomba – lomba untuk memperkaya diri sendiri tanpa memperhatikan nasib rakyatnya yang sedang kelaparan. Begitu banyak permasalahan yang dihadapi bangsa ini dan belum tampak adanya perbaikan ke arah sana. Justru yang terjadi menuju ke arah sebaliknya.

Sepertinya kemerdekaan yang telah kita rasakan selama 61 tahun ini hanya kemerdekaan semu saja. Kita terlalu banyak bergantung kepada Negara asing. Negara lain atau mungkin organisasi internasional dapat mengintervensi pemerintah dalam mengambil kebijakan politik maupun ekonomi yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara. Banyak aset – aset berharga milik negara yang dijual kepada negara asing demi memenuhi permintaan bangsa asing maupun untuk memenuhi target penerimaan APBN. Banyak sumber daya alam yang disedot ke negara asing dan kita hanya menikmati sisanya saja. Penambangan sumber daya alam tersebut tidak serta merta meningkatkan taraf hidup warga di sekitar penambangan. Saat ini kita bagaikan menjadi buruh di negeri sendiri. Kita telah diperbudak oleh warga asing. Karena sebagian besar perusahaan besar di negara kita dimiliki oleh orang – orang asing. Keadaan yang sungguh menyedihkan memang. Atas kecerobohan segelintir orang, seluruh rakyat Indonesia yang merasakannya.

Ada juga yang bilang bahwa sebenarnya bangsa Indonesia belum siap untuk merdeka waktu itu. Namun siap atau tidak siap untuk merdeka, kita tetap harus bersyukur kepada Allah atas kemerdekaan ini. Terlepas dari benar tidaknya berita tersebut, ternyata hingga saat ini negara Belanda –yang pernah menjajah banga Indonesia selama ratusan tahun- belum mengakui kemerdekaan RI secara de jure, meskipun secara de facto mereka sudah mengakuinya. Entah apa alasan Belanda belum mengakui kemerdekaan RI secara de jure. Beberapa hari yang lalu ketua MPR RI, Hidayat Nurwahid, meminta kepada pemerintah RI untuk melakukan lobi kepada Belanda agar mau mengakui kemerdekaan RI secara de jure.

Semoga kemerdekaan yang kita peroleh dengan pengorbanan seluruh rakyat Indonesia baik jiwa, raga, dan hartanya ini benar – benar kemerdekaan yang diberikan Allah kepada bangsa Indonesia. Terlepas dari peristiwa yang terjadi menjelang detik – detik proklamasi. Toh semua ini merupakan takdir Allah yang harus kita terima dengan lapang dada. Semoga bangsa Indonesia dapat memanfaatkan karunia dari Allah ini dengan sebaik – baiknya. Semoga bangsa kita menjadi bangsa yang mandiri, tidak terlalu bergantung pada bangsa lain.

Merdeka!!!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home


 

Sejak 13 Februari 2006, Anda pengunjung ke: