Tanggal 14 januari yang lalu, saya bersama teman-teman dari lab. devais dan pemrosesan IC pergi ke acaranya nikahannya mas Teguh (EL ‘96) -selamat ya Mas, semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmah-. Kami berlima masuk dalam rombongan mobil dhata. Pas di dalam mobil tersebut ternyata terdapat sebuah brosur rumah makan yang menyediakan menu utama soto kudus ditambah menu lainnya seperti garang asem dan nasi pindang.
Yang membuat saya tertarik dari brosur itu adalah rumah makan tersebut menyediakan menu garang asem. Sudah lama sekali saya tidak merasakan garang asem, karena di kota bandung ini sangat jarang rumah makan yang menyediakan menu tersebut. Jika di daerah asal saya cukup mudah untuk mendapatkan rumah makan yang menjual garang asem. Dan menurut saya garang asem merupakan salah satu masakan khas dari daerah asal saya. Dari daerah lain mungkin juga ada yang mirip dengannya.
Mungkin Anda belum tahu seperti apa garang asem itu. Jika Anda pernah makan di warung makan dari daerah jawa timur seperti lamongan atau madiun, mungkin Anda akan sedikit tahu. Garang asem yang ada di daerah asal saya hampir mirip dengan rawon yang berasal dari jawa timur. Tapi kuahnya mungkin lebih encer daripada rawon dan dalam penyajiannya tidak ditambah dengan taoge. Kuahnya sama-sama menggunakan kluwek dan berisi potongan daging.
Keesokan hari atau tepatnya hari seninnya saya bersama teman yang lain akhirnya memutuskan untuk makan malam di rumah makan yang brosurnya ada di mobil dhata waktu itu. Kebetulan karena masih masa promosi, dengan membawa brosur tersebut kami memperoleh potongan harga 10%. Sesampainya di sana masih pada bingung mau pesan apa. Saya yang sudah ingin sekali makan garang asem, sebenarnya sudah ada dalam benak pikiran saya apa yang akan saya pilih. Namun sebelum saya memutuskan untuk memilih menu garang asem, teman saya ada yang bertanya: “Garang asem itu seperti apa?” Dengan pede-nya saya jawab: “Garang asem itu seperti rawon.” Karena setahu saya garang asem di daerah asal saya memang seperti itu.
Kebetulan ketika kami berdebat tentang garang asem, sang pelayan mendengar dan dia langsung memberitahu kami bahwa garang asem versi mereka tidak sama dengan garang asem versi saya. Garang asem versi mereka ternyata mungkin lebih mirip soto, kuahnya bersantan dan isinya daging ayam. Saya sendiri belum tahu wujud asli dan rasa garang asem versi rumah makan itu, karena setelah diberitahu oleh sang pelayan saya tidak jadi memesan garang asem dan lebih memilih nasi pindang -menurut saya menu ini mungkin yang lebih mirip dengan garang asem versi saya- meskipun tidak terlalu mirip juga jika dilihat dari cara menyajikan dan rasanya. Namun rasa nasi pindangnya tidak mengecewakan, “kuahnya nendang dan dagingnya empuk,” mungkin itu yang akan dikatakan oleh pembawa acara wisata kuliner.
Ternyata meskipun namanya sama-sama garang asem, tapi bentuk dan penyajiannya sangat berbeda. Mungkin lain kali perlu dicoba juga garang asem versi rumah makan “soto kudus” tersebut.
Labels: kuliner
2 Comments:
Kebetulan ketika kami berdebat tentang garang asem, sang pelayan mendengar dan dia langsung memberitahu kami bahwa garang asem versi mereka tidak sama dengan garang asem versi saya. Garang asem versi mereka ternyata mungkin lebih mirip soto, kuahnya bersantan dan isinya daging ayam.
Selama ini garang asem yang aku kenal ya versi si pelayan itu. Garang asem versi Solo ya seperti itu: bersantan dan isinya daging ayam. Tapi tentu nggak kayak soto dong, soalnya ada belimbing wuluh, bawang putih, dan kadang ada tomatnya.
Kalau garang asem versi kamu itu malah aku belum pernah ketemu, Tom.
By Yustika, at January 23, 2007 12:28 AM
setujumbak yus...
garang asem aseli garang asem wong kudus.... hehehehe
By Anonymous, at June 14, 2007 8:31 PM
Post a Comment
<< Home