Sebuah Refleksi Diri

Saturday, November 26, 2005

Sebuah Janji

Salah satu hobi saya adalah nonton film. Hampir semua film saya suka. Beberapa hari yang lalu saya menonton film Indonesia yang berjudul Janji Joni. Film ini bercerita tentang pengalaman sehari seorang pengantar roll film yang bernama Joni. Sebagai seorang pengantar roll film, dia harus bolak-balik dari satu bioskop ke bioskop yang lainnya untuk mengantarkan roll film yang akan diputar. Dalam menjalankan tugasnya, Joni harus disiplin dan tidak boleh terlambat. Oleh karena itu dia pernah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan terlambat dalam mengantarkan roll film agar pemutaran film dapat berjalan dengan lancar.

Salah satu kejadian yang menurut saya sangat mengherankan sekaligus menyedihkan adalah ketika sang tokoh utama bolak-balik mengantarkan roll film, dia melihat seorang kakek buta yang ingin menyeberang jalan namun tidak bisa hingga dua jam lamanya karena tidak ada yang membantu menyeberangkannya. Tanpa berpikir panjang, Joni menghentikan sepeda motornya dan kemudian membantu kakek tersebut untuk menyeberang jalan. Ketika sampai di seberang jalan, justru sepeda motornya dicuri orang gara – gara dia lupa menguncinya. Mengherankannya kenapa tidak ada seorang pun yang mau membantu kakek buta tersebut untuk menyeberang jalan hingga kakek tersebut berdiri selama dua jam. Menyedihkannya, ketika Joni menolong kakek buta tersebut dengan ikhlas, justru sepeda motornya dicuri orang. Namun dari peristiwa inilah serangkain cerita terjadi dalam film ini. Joni mengalami pengalaman sehari yang mungkin tak akan terlupakan seumur hidupnya, yaitu dari naik taksi kemudian masuk juga seorang ibu hamil yang segera melahirkan sehingga terpaksa dia harus ikut mengantarkannya ke rumah sakit, tas yang berisi roll film diambil orang, menjadi figuran film, menjadi drummer pengganti, hingga bertemu dengan seorang seniman yang “aneh”.

Joni datang ke rumah seniman “aneh” untuk mengambil roll film yang pernah diambil orang. Nasib Joni tergantung pada roll film tersebut, apakah dia bisa mengantarkan roll film tersebut tepat waktu apa tidak. Ketika berhadapan dengan seniman tersebut, Joni ditanya oleh sang seniman, kenapa dia menjadi seorang pengantar roll film. Padahal menurut sang seniman, dia bisa menjadi seorang yang “lebih” daripada “sekedar” pengantar roll film. Namun Joni menjawab, bahwa pikiran seniman tersebut terlalu “dangkal” tentang pekerjaan. Menurut Joni, pekerjaan yang terbaik itu bukan dilihat dari banyaknya uang yang didapatkan dari pekerjaan tersebut, namun dimana kita dapat menikmati pekerjaan kita tersebut. Cukup idealis memang pendapat Joni ini. Namun pemikiran seperti itu sah-sah saja. Untuk apa uang banyak kalo kita tidak bisa menikmatinya. Biasanya tuntutan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih banyak datang ketika kita sudah dihadapkan dengan masalah keluarga. Tuntutan istri, kebutuhan anak, dan lain-lain. Jadi sah-sah juga orang yang mengejar uang demi untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Sudah fitrah manusia menginginkan harta yang banyak, tempat tinggal yang besar, dan kendaraan yang bagus. Namun jangan sampai demi mendapatkan uang yang banyak, dilakukan dengan menghalalkan segala cara seperti menipu dan/atau korupsi. Jika penghasilan kita pas-pasan seharusnya pasangan kita bisa memahaminya, bahwa rezeki seseorang sudah diatur oleh Allah yang maha kuasa. Jika penghasilan kita hanya segitu, ya mungkin memang rezeki kita hanya segitu. Kita harus qonaah dengan apa yang diberikan Allah kepada kita. Kita hanya wajib berusaha dan berdoa. Masalah berhasil atau tidak itu hak prerogatif Allah.


 

Sejak 13 Februari 2006, Anda pengunjung ke: