Sebuah Refleksi Diri

Wednesday, May 31, 2006

Qoute of the Month (5)

Love is like pi -- natural, irrational, and very important.


~ Lisa Hoffman ~

Monday, May 29, 2006

Yogyakarta Berduka

Yogyakarta, 27 Mei 2006. Menjelang pukul 6 wib, daerah Yogyakarta dan sekitarnya diguncang oleh gempa dengan kekuatan 5,9 SR. Bahkan getarannya sampai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ribuan jiwa menjadi korban dan banyak bangunan yang hancur bahkan rata dengan tanah.

Sebelum terjadinya bencana gempa bumi tersebut, pemerintah dan warga sekitar Yogyakarta sedang waspada terhadap situasi di kawasan gunung Merapi yang kembali menunjukkan ke”aktif”annya. Sudah beberapa kali gunung Merapi mengeluarkan lava pijar dan awan panas. Warga yang jauh dari gunung Merapi mungkin merasa aman karena jika gunung Merapi benar-benar “meletus” tidak akan berdampak parah bagi mereka.

Namun kekuatan alam menunjukkan kehebatannya. Daerah yang jauh dari gunung Merapi seperti Bantul justru yang mengalami kerusakan paling parah akibat gempa bumi. Dan korban jiwa yang meninggal sebagian besar juga berasal dari daerah Bantul. Menurut beberapa surat kabar, pusat gempa terletak di laut Selatan Yogyakarta. Isu terjadinya tsunami pun sempat membuat panik warga. Namun isu tersebut ternyata tidak terbukti. Jika tsunami kembali terjadi, peristiwa tersebut akan mengingatkan kita pada tsunami yang terjadi di Aceh pada bulan Desember 2004 yang lalu.

Itulah kekuasaan Allah. Jika Dia sudah berkehendak, maka tidak ada yang dapat mengubah dan tidak bias berubah. Bagi Allah, membuat gunung meletus, gempa bumi, maupun tsunami itu sangat mudah. Mungkin itu teguran dari Allah kepada hamba-hambanya yang mungkin telah lalai melaksanakan perintah-Nya. Maksiat merajalela dimana – mana. Seperti firman-Nya dalam surat Al Qashash:59 yang artinya, "Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman."

Semoga dengan berbagai musibah yang terjadi di Negara kita ini membuat kita sadar bahwa ada kekuatan yang lebih hebat dari kekuasaan manusia yaitu kekuasaan Allah melalui kekuatan alam yang dimiliki-Nya. Semoga dengan musibah yang datang bertubi – tubi ini membuat bangsa kita bersatu, tolong – menolong dalam kebaikan, dan membuat pribadi yang tangguh.

ps:
Musibah dapat terjadi kapan saja tanpa kita duga. Oleh karena itu, siapkanlah diri kita untuk menghadapi setiap keadaan yang terjadi. Selalu dekatkan diri kepada Allah yang maha Kuasa.
Untuk para keluarga korban, semoga diberi kesabaran dan ketabahan.

Monday, May 22, 2006

Bandung Lautan Sampah

Judul di atas mungkin agak berlebihan. Namun jika melihat kondisi kota Bandung saat ini yang dipenuhi oleh tumpukan sampah di sudut – sudut kota, pernyataan tersebut mungkin tidak terlalu berlebihan. Sejak ditutupnya tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwi Gajah pada tahun 2005 karena longsor yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, kota Bandung hingga saat ini belum memiliki TPA. Akibatnya sampah – sampah yang dihasilkan oleh penduduk kota Bandung menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS), seperti TPS di jalan Taman Sari dekat kebun binantang, yang kondisinya sangat memprihatinkan. Tumpukan sampahnya bahkan sampai memenuhi badan jalan sehingga dapat menimbulkan kemacetan dan bau busuk yang menyengat hingga radius 20 m.

Kondisi seperti ini membuat kota Bandung menjadi tidak nyaman lagi. Slogan kota Bandung BERMARTABAT (Bersih, Makmur, Tertib, Bersahabat) mungkin hanya slogan semata, karena pada kenyataannya tidak demikian. Untuk mengatasi masalah sampah saja pemerintah kot Bandung sepertinya tidak sanggup. Permasalahan sampah di kota Bandung sebenarnya sudah sering dikeluhkan oleh warga kota Bandung. Namun belum ada tindakan yang berarti dari pemerintah kota Bandung. Jika mengatasi masalah sampah saja tidak sanggup bagaimana mengatasi masalah lainnya?

Jika urusan sampah seperti ditanggapi “biasa - biasa” saja oleh pemerintah kota Bandung, namun untuk urusan izin pendirian factory outlet (FO) yang menjamur di kota Bandung terutama di kawasan Dago dan pemberian izin trayek angkutan kota (angkot), sepertinya pemerintah kota Bandung mudah sekali untuk mengeluarkan izinnya. Padahal semakin banyaknya jumlah FO dan angkot di Bandung merupakan factor yang menyebabkan kemacetan terutama pada setiap akhir pecan dan hari libur. Adanya FO dan angkot tidak selamanya berakibat buruk, bahkan dapat meningkatkan perekonomian warga Bandung. Namun jika jumlahnya makin banyak dan tidak terkendali akan dapat mengakibatkan masalah lain.

Kembali ke masalah sampah di kota Bandung, beberapa hari yang lalu para mahasiswa/i dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) sempat melakukan peragaan busana di sekitar TPS yang terletak di jalan Taman Sari. Bahkan ada gaun yang dirancang khusus dari bahan Koran bekas, bamboo, dan kain – kain dari tempat sampah. Pertunjukan ini tentu bukan fashion show layaknya peragawati di catwalk, namun sebagai wujud keprihatinan mereka terhadap kondisi yang terjadi di kota Bandung saat ini. Bandung yang dikenal sebagai salah satu barometer mode di Indonesia kini menjadi “kota sampah”.

Kondisi kota Bandung yang dipenuhi sampah membuat presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) prihatin. Hal ini diketahui secara langsung oleh beliau ketika beliau berkunjung ke Bandung dalam rangka memenuhi undangan Aa Gym menghadiri acara lari 10 km yang diselengarakan oleh Gema Nusa bertepatan dengan peringatan hari kebangkitan nasional tanggal 20 Mei. Presiden SBY memberi ultimatum kepada wali kota Bandung, Dada Rosada, untuk mengatasi masalah bau sampah yang menyengat. Dengan adanya ultimatum dari RI 1 tersebut semoga membuat pemerintah kota Bandung segera menyelesaikan masalah sampah yang sangat mengganggu warga Bandung dan sekitarnya. Jika ultimatum tersebut dianggap angin lalu saja, apakah presiden harus turun tangan langsung untuk mengatasinya, seperti kata presiden “masa hanya masalah sampah saja sampai presiden yang mengambil alih?” Menurut presiden jika masalah sampah ini tidak teratasi, yang malu bukan hanya Bandung, kita semua yang malu. Semoga bapak wali kota Bandung segera merealisasikan ultimatum dari presiden, sehingga sampah dan bau busuk bisa hilang dari kota Bandung tercinta ini.

Tuesday, May 16, 2006

Finlandia >< Indonesia

Apa perbedaan antara Finlandia dengan Indonesia? Tentu banyak sekali perbedaan antara keduanya. Yang jelas banyak sekali pembalap – pembalap hebat berasal dari Negara skandinavia ini seperti Mika Hakkinen dan Kimi Raikkonen dari ajang balap Formula 1 ataupun Tommi Makinen dari ajang World Rally Championship (WRC). Jika di Indonesia mungkin hanya Ananda Mikola yang paling menonjol di dunia balap.

Selain menghasilkan banyak pembalap – pembalap hebat kelas dunia, Finlandia memang dikenal dengan industri telepon seluler nomor satu dunia, Nokia. Tentu orang di Indonesia (terutama pemakai telepon seluler) tidak ada yang tidak kenal dengan Nokia. Keunggulan Nokia dengan berbagai inovasi, kemajuan teknologi, dan daya tarik komersial harus diakui telah membuat Finlandia unggul atau setara dengan Negara – Negara yang selama ini dikenal berteknologi maju, seperti Jepang, Jerman, maupun Amerika Serikat.

Ada beberapa aspek yang menyebabkan Finlandia kini sejajar dengan Negara – Negara maju lainnya. Salah satu aspek yang menyebabkan Finlandia kini memiliki industri kelas dunia seperti Nokia adalah komitmen mereka terhadap riset (penelitian) dan pengembangan. Dengan riset dan pengembangan, terutama dalam menghasilkan produk –produk yang bernilai tambah dan mempunyai daya saing global, Finlandia diyakini bisa tampil lebih mantap dalam persaingan pasar dunia.

Dengan komitmennya tersebut, konsekuensinya anggaran untuk riset dan pengembangan cukup tinggi yaitu sekitar 3,5% - 4% dari produk domestic bruto. Sekitar 5,5 miliar euro atau sekitar 60,5 triliun rupiah, sebuah angka yang cukup besar untuk Indonesia.

Aspek kedua adalah bahwa tingkat korupsi yang sangat rendah di Finlandia. Berdasarkan indeks yang dikeluarkan majalah The Economist pada tahun 2001, menempatkan Finlandia pada peringkat pertama Negara paling tidak korup sedangkan Indonesia berada pada peringkat 88 dari total 91 negara. Di Finlandia, jangankan korupsi, berbohong saja sudah tidak disukai rakyat. Hal ini seperti yang terjadi pada kasus mundurnya Perdana Menteri (PM) perempuan pertama Finlandia, Anneli Jaatteenmaki. PM perempuan tersebut mundur pada bulan Juni 2003 setelah dituduh berbohong kepada parlemen, dan rakyat menyangkut kebocoran informasi politik yang peka selama kampanye. Coba bandingkan dengan keadaan di Indonesia. Sudah menjadi tersangka pun kadang tidak mau mundur dari jabatannya.

Aspek nol korupsi yang diakumulasikan dengan kemampuan riset dan pengembangan (R&D) yang hebat membuat daya saing bisnis maupun daya saing Finlandia secara umum berada di posisi teratas di antara Negara – Negara di dunia. Untuk indeks daya saing bisnis, pada tahun 2005, Finlandia berada pada peringkat kedua di bawah Amerika serikat, diikuti berikutnya Jerman, Denmark, dan Singapura. Sedangkan untuk indeks daya saing pertumbuhan pada tahun yang sama Finlandia berada pada peringkat pertama diikuti Amerika Serikat, Swedia, Denmark, dan Taiwan.

Apa yang terjadi di Finlandia ternyata hampir bertolak belakang dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia, kegiatan riset dan pengembangan tidak seperti yang terjadi di Finlandia. Di samping terbatasnya sarana dan prasarana untuk riset dan pengembangan komitmen pemerintah terhadap riset dan pengembangan juga dipertanyakan karena anggaran untuk riset dan pengembangan sangat kecil.

Salah satu lembaga riset dan pengembangan di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Jawa Barat, fasilitasnya serbaterbatas, dan gedungnya tampak suram tak terpelihara. Gaji atau penghargaan yang diberikan kepada peneliti pun tidak layak, sehingga tidak banyak para peneliti dari Indonesia mau mendedikasikan ilmunya demi kemajuan ilmu pengetahuan Indonesia kecuali mereka – mereka yang mempunyai idealisme tinggi demi kemajuan bangsa Indonesia dan dihargai di mata dunia.

Meskipun dengan kondisi sarana dan prasaran yang serbaterbatas dan gaji atau penghargaan kurang layak, saya memberikan apresiasi yang tinggi terhadap para ilmuwan Indonesia yang memiliki komitmen tinggi untuk tetap menekuni riset, mengembangkan ilmu, dan mencapai reputasi di tingkat internasional seperti Adi Santoso, ahli biologi molekuler, yang sedang meneliti produksi human EPO yang berperan penting dalam pembentukan sel darah merah, LT Handoko, ahli fisika partikel, dan astronom Mezak Ratag.

Pengorbanan sejumlah ilmuwan yang bekerja tanpa lelah, tanpa terganggu oleh godaan jangka pendek dan konsumerisme tidak akan cukup untuk mengangkat ketertinggalan bangsa ini dalam bidang ilmu dak teknologi. Untuk menarik orang – orang muda terbaik di negeri ini menjadi ilmuwan dan peneliti memang harus dimulai dengan pemberian penghargaan yang pantas bagi kerja para peneliti. Dan persoalannya bukan pada ketiadaan uang di negeri ini, tetapi lebih kepada tidak adanya komitmen dan visi para pemimpin untuk membudayakan ilmu.

Seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua LIPI, Lukman Hakim, kepada kompas “Di Korea orang bangga dengan keberhasilan ilmuwan mereka menciptakan robot HUBO Einstein yang bisa mengekspresikan sedih dan tertawa. Ketika ditanya apa manfaatnya, dijawab nothing. Di Indonesia bukan main orang melecehkan ilmuwan. Kerja yang mereka lakukan dinilai tidak ada gunanya.”

Berikutnya berbicara mengenai korupsi di Indonesia. Jika di Finlandia tingkat korupsi sangat kecil, bahkan bisa dikatakan nol korupsi, di Indonesia korupsi sudah merajalela dimana – mana. Hampir di semua aspek kehidupan tidak lepas dari praktek korupsi. Bahkan mungkin korupsi sudah menjadi “budaya” di Indonesia. Sehingga sangat sulit sekali untuk memberantas praktek korupsi di Indonesia. Meskipun sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sampai saat ini tingkat korupsi di Indonesia masih sangat tinggi dan koruptor – koruptor kelas kakap pun belum tersentuh oleh hukum.

Korupsi sudah mem”budaya” di Indonesia. Oleh karena itu sangat sulit untuk mengubah “budaya” buruk tersebut, karena sebagaimana kita tahu bahwa untuk mengubah sesuatu yang sudah menjadi budaya masyarakat tertentu sangat sulit. Mungkin dibutuhkan waktu hingga satu generasi untuk menghilangkan sama sekali “budaya” korupsi dari negeri ini. Itu pun jika generasi berikutnya tidak mengikuti “budaya” tersebut.

Jika kedua aspek tersebut (komitmen dan visi yang jelas terhadap riset dan pengembangan dan nol korupsi) belum dimiliki negeri ini, jangan bermimpi jika Indonesia ingin seperti Finlandia yang sudah bisa sejajar dengan Negara – Negara maju lainnya di dunia. Mungkin untuk mengurangi jumlah korupsi di negeri ini dapat dimulai dengan hal – hal kecil seperti jujur pada diri sendiri dan orang lain sehingga tercipta saling percaya satu sama lain. Dan masih ada waktu untuk memperbaiki diri. Ayo!!!


sumber: kompas

Monday, May 15, 2006

Karena Wanita (Ingin Dimengerti)

lekuk indah hadirkan pesona
kemuliaan bagi yang memandang

setiamu simbol keanggunan

khas perawan yang kau miliki


aku lah pengagum ragamu

tak ingin ku menyakitimu

lindungi dari sengat dunia yang mengancam

nodai sucinya lahirmu



karena wanita ingin di mengerti

lewat tutur lembut dan laku agung
karena wanita ingin di mengerti
manjakan dia dengan kasih sayang


inginku ajak engkau menari

mandi hangat cahaya bulan

sebagai tanda kebahagiaan

bagi semesta cinta kita



bintang terang itulah dirimu

janganlah redup dan mati

aku dibelakangmu memeluk

dan menjagamu



-Ada Band-

Thursday, May 04, 2006

Ini bukan Pelecehan

Tulisan ini terinspirasi dari postingan dan beberapa komentar blog seseorang. Judul postingannya adalah “Pelecehan Seks Model Baru?” Isinya tentang pengalaman temannya di dalam sebuah bis kota. Cerita singkatnya mungkin seperti ini: sepulang dari kantor, di dalam bis kota terjadi kegaduhan yang disebabkan oleh dua orang bapak - bapak yang sedang marah - marah dan ngamuk terhadap tiga orang wanita yang duduk bersama di belakang. Ketiga wanita ini masih muda, sekitar 25 tahun, duduk bertiga dengan dandanan mahasiswi, berkaus lengan pendek dengan celana jeans.

Bapak – bapak tadi mungkin bermaksud baik untuk menasihati kepada ketiga wanita tersebut yang -menurut pandangan kedua bapak – bapak tersebut- berpakaian kurang sopan dan dapat mengundang syahwat. Bukankah kita disuruh untuk saling menasihati dan tolong – menolong dalam kebaikan? Tetapi mungkin cara penyampaiannya saja yang kurang tepat.

Dalam tulisan ini saya tidak akan men-justifikasi siapa yang salah dalam peristiwa di atas. Apakah ketiga wanita yang berpakaian kurang sopan, atau kedua bapak – bapak yang marah – marah. Namun saya hanya akan menaggapi tentang pernyataan beberapa orang -kebanyakan wanita yang mengatakannya- seperti “Jangan salahkan wanita yang berpakaian seperti ini (kurang sopan atau terlalu ketat, tentunya menurut orang baik - baik), salahkan laki – laki yang berpikiran ngeres dan tidak bisa menahan syahwatnya.”

Pernyataan itu sering saya dengar apalagi saat ini sedang terjadi pro dan kontra mengenai RUU Anti-Pornografi dan Pornoaksi (APP). Saya menilai orang yang mengatakan hal tersebut adalah orang “bodoh” yang tidak tahu fitrah (naluri) manusia pada umumnya. Sepertinya wanita bebas berpakaian seperti apa saja. Memang kita bebas berpakain seperti yang kita suka asalkan tidak merugikan orang lain. Bukankah itu prinsip kebebasan? Tentu ada hikmah kenapa Allah mensyariatkan bagi wanita (muslimah) agar menutup auratnya, kalau di sini mungkin dikenal dengan menggunakan jilbab. Allah yang menciptakan manusia, jadi Allah lebih tahu mengenai fitrah manusia itu sendiri.

Bahkan hal ini bisa dibuktikan secara ilmiah bahwa pada umumnya laki – laki memiliki nafsu syahwat yang mudah muncul namun mudah pula hilang -sesuai hukum alam; easy come, easy go- berbeda dengan wanita, apalagi jika dipicu oleh faktor luar yang salah satunya cara berpakaian dan tingkah laku wanita yang mengundang syahwat. Jadi hati – hati jika mengatakan pernyataan seperti di atas, yang hanya menyalahkan laki – laki karena pikirannya ngeres. Sepertinya Anda -yang mengucapkan pernyataan seperti di atas- harus lebih banyak membaca buku lagi tentang manusia (khususnya tentang naluri manusia) baik yang berbau agama maupun yang ilmiah. Jika Anda sudah membacanya dan memahaminya, Anda akan berpikir dua kali sebelum mengatakan pernyataan seperti di atas.

Apakah Anda rela jika suami Anda berpaling kepada wanita lain karena terbujuk oleh godaan dan rayuan wanita lain? Suami Anda tergoda oleh bentuk fisik wanita lain? Karena wanita tersebut selalu memakai pakaian yang menampakkan lekuk – lekuk tubuhnya. Atau apakah Anda rela jika putri Anda berpakaian kurang sopan sehingga tubuhnya menjadi pemandangan bagi semua orang dan kadang – kadang digoda oleh laki – laki “nakal” di jalan? Jika Anda adalah wanita normal tentu Anda tidak akan rela semua itu terjadi.

Memang bukan manusia bijaksana jika tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya. Karena jika tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya, apa bedanya manusia dengan binatang? Meskipun binatang juga memiliki naluri ke-binatang-annya sendiri. Tapi marilah kita jangan saling menyalahkan. Karena jika kita berdebat mengenai kebenaran versi manusia tidak akan ada habisnya. Setiap orang memiliki pembenaran masing – masing. Kita sama – sama berusaha untuk mencegah agar kejadian seperti di atas tidak terjadi. Laki – laki harus dapat mengendalikan hawa nafsunya dan wanita harus dapat mengendalikan cara mereka berpakaian dan bertingkah laku. Semoga Allah mengampuni kita semua. Wallahu A’lam.


 

Sejak 13 Februari 2006, Anda pengunjung ke: